Saturday, May 3, 2014

Menanti Cinta – Adam Aksara [DNF... kind of]


NOTE: Dearest readers, I’m not going to review this in English. No more people should care about this book. You're missing nothing.

Aksara, Adam. 2014. Menanti Cinta. Malang: Mozaik Indie Publisher.
Rating 1 bintang


Menanti Cinta

Saya mendapat buku ini dari penerbitnya, jika kalian tertarik bisa beli di sini.

Setelah buku DNF pertama saya di blog ini, saya enggak menyangka bakal secepat ini ketemu buku DNF lagi, ada satu buku lagi sih bahkan tapi saya masih belum memutuskan akan menulis ulasannya atau tidak untuk yang itu. Uuugh saya enggak suka baca buku enggak sampai selesai, tapi seriusan deh, saya. Enggak. Sanggup. Baca. Habis. Buku. Ini. Dan kalau saya diminta berusaha sekali lagi untuk menyelesaikan buku ini...


Dan saya merasa enggak enak hati, kan saya dapat bukunya gratis.... Hei kamu, Adam Aksara, JANGAN baca ulasan ini. Enggak perlu marah atau sakit hati yah. Tidak, saya mungkin tidak akan memaki-maki. Mungkin tidak juga berkata kasar. Saya cuma akan ngomong apa adanya.

Oke, sebenarnya saya agak dilema mau menanggapi novel ini bagaimana. Semua kedilemaan saya berkiblat ke ‘Ucapan Terima Kasih’ di awal buku di mana si penulis bilang begini,

“Pertama-tama dan khususnya pada Tuhan Yang Maha Esa. Giliran berikutnya... Untuk Claire Ichimura atas waktunya untuk menceritakan kisah kehidupannya dan mengijinkan saya untuk membuat kisah ini. Meski sebagian kecil cerita ini akhirnya menjadi fiktif dari kisah nyatanya.”

Terus saya langsung berpikir, “Man, kalau ngucapin makasih ke Claire Ichimura setelah makasihan sama Tuhan, ini Claire pasti penting banget.” Dan tentu saja penting, karena dia adalah tokoh utama buku ini, dengan karakter bernama Claire Putrie Puspita, yang menurut saya konyol. Ini orangnya memang benaran ada kan? Kenapa harus pakai nama lain kalau kita sudah dikasih tahu nama aslinya? Atau Claire Ichimura itu juga bukan nama asli? Jadi kalau bukan nama asli, kenapa mesti pakai nama lain lagi di ceritanya?


Kenapa saya cerewet banget cuma karena begituan? Karena saya memang orang yang menyebalkan. Dan, karena PAS sebelum saya baca Menanti Cinta saya baru baca seri Percy Jackson yang menurut saya SEMPURNA (saya tahu saya sudah berkali-kali ngomongin Percy Jackson, maaf untuk tidak merasa bersalah), jadi saya merasakan perbedaan yang TERLALU AMAT SANGAT jauh antara kedua buku tersebut. Saya jadi melihat kekurangan-kekurangan Menanti Cinta lebih jelas dan karena kekurangannya banyak, kelebihannya (kalau ada) tak tertangkap mata dan otak saya.

Saya cuma kuat baca sampai akhir Bab 4, halaman 61 (itupun sudah memaksa diri banget BANGET banget). Ironis, dan lucu juga sih, itu persis jumlah halaman tempat saya menyerah dengan buku DNF saya sebelumnya. Tapi, enggak benar-benar DNF karena saya langsung lompat ke halaman terakhir terus lihat-lihat halaman lain di antaranya. Bisa dibilang saya tahulah ceritanya. Enggak detail sih (untungnya), tapi garis besarnya saya dapatlah. Enggak ada yang mengejutkan. Terakhirnya,


Claire enggak. Alex si tokoh utama cowok juga enggak. Dan saya jelas-jelas enggak bahagia. Saya ingin sih mengulas dengan mengutip bagian-bagian dari Menanti Cinta untuk menyokong dan membuktikan rasa ketidaksukaan saya, tapi saya takut itu buku bakal terurai dan semakin jadi enggak berguna. Padahal saya baca bukunya enggak sampai selesai, tapi beberapa halaman di bagian belakang atau di mana lah itu, copot tanpa tedeng aling-aling. Daripada saya bikin tambah rusak, mending saya enggak perlu buka-buka lagi buku itu (hore!). Bukunya nanti akan saya kasih ke orang lain, jadi tenang saja kamu, Adam Aksara (siapa tahu kamu baca tulisan ini).

Oh ya, kalau kalian mau tahu sedikit gambaran tentang ceritanya, kira-kira begini.


Claire, wanita yang malang bukan kepalang dan cenderung menyimpan sendiri semua penderitaannya yang bertubi-tubi dan luar biasa menyakitkan itu. Suatu hari dia bertemu dengan orang ini.



Alex. Orang kaya yang suka buang-buang uang buat Claire. Introvert jenius yang bisa bikin sabun sendiri di usia 11 tahun (hebat, karena saya enggak bisa sampai sekarang). Akhirnya setelah melewati aral rintangan yang menghadang di gunung tinggi tempat hukuman para dewa, mereka pun jatuh cinta. Ceritanya si Alex itu dosen, si Claire mahasiswanya. Hubungan cinta guru-murid. Meh! Tapi seperti yang saya bilang sebelumnya, enggak ada yang bahagia pada akhirnya di buku ini. Bukan happy ending. Meh! Meh!

Ide ceritanya seperti dibuat semengenaskan mungkin. Tapi masalahnya, ini bukannya cerita asli dengan perubahan sebagian kecil dari kisah nyatanya? Jadi ini benaran terjadi? Enggak jelas batas fakta dan hiperbolafiksi di novel ini. Kalau memang benar-benar terjadi, maaf yah Claire dan Alex, cerita kalian ditulis dengan sangat tidak menarik. Serius. Yang bikin saya nyeri otak justru bagaimana penulis menuliskan Menanti Cinta ini. Plotnya ultra berantakan, pergantian sudut pandangnya selalu terlalu tajam, karakter yang ada datar dan tidak berkembang secara emosional, banyak bagian yang tak perlu (misalnya halaman 1-226)...

Rating satu bintang yang saya berikan adalah hasil apresiasi saya atas usaha penulis untuk memakai Bahasa Indonesia baku walau terasanya jadi agak memaksa dan berkat prolog novel ini yang menurut saya lumayan. Hei kamu, Adam Aksara, prologmu ‘mayan. Saya suka bagaimana tiba-tiba pembaca dibawa langsung ke tengah-tengah pergumulan para tokoh. Si Claire (seperti biasa) lagi kesusahan, dan si Alex mati-matian ingin mencapai dan menolong si Claire. Saya rasa itu cara oke untuk memulai cerita, biar bikin penasaran dan alurnya terasa cepat.

TAPI, bahkan mulai dari prologpun saya sudah melihat apa yang saya sebut sebagai ‘logika bolong’, yaitu bagian-bagian cerita yang enggak sesuai dengan logika saya dan saya enggak bisa menemukan pembenarannya. Sekali lagi, pas saya baca seri Percy Jackson yang sudah sembilan buku itu, SETIAP apa yang dilakukan oleh karakter atau APAPUN yang terjadi, saya mengerti alasannya dan bisa menemukan benang merah ke ceritanya secara general. Tidak dengan Menanti Cinta. Misalnya pas di prolog, di jam 12 malam Alex sedang setengah mati mau mencapai tempat Claire berada. Kenapa setengah mati? Karena dia kan lumpuh dan berkursi roda, dia mendorong sendiri kursi rodanya sejauh EMPAT KILOMETER melewati jalanan kota YANG ENGGAK ADA ORANG SAMA SEKALI, walaupun dia kaya raya, dia TIDAK MEMESAN TAKSI atau apa kek, telepon teman kek. Dan, lebih bolong lagi logikanya pada saat Alex yang sudah bercucuran keringat sampai ke depan pintu tempat Claire berada dan memutuskan untuk ENGGAK JADI menemui Claire karena dia lebih memilih tetap jadi pengagum rahasianya saja. Keringat empat kilometer sia-sia.


Dan masih banyak lagi, bahkan bukan cuma logika bolong saja, penulis juga mencoba memasukkan unsur humor di buku ini, yang menurut saya salah tempat dan garing banget di novel setragis ini. Misalnya penyebutan search engine Google menjadi ‘Mbah Google’ (please, itu sudah sejak lama enggak lucu lagi!), terus komentar sinis Alex tentang perut besar seorang satpam bernama Kapten (sementara si Alex sendiri juga enggak sempurna secara fisik).

7 comments:

  1. hahahah, aku udah kapok terima buntelan dengan iming-iming review. Cukup sekali. Percy bagus tapi terlalu banyak kebetulannya (baru baca 2 buku sih)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya yah Lin, aku rasa aku juga udah mulai kapok.

      Percy banyak kebetulannya yah? Aku gak ngerasa tuh (cieee langsung defensive, hahaha). Tapi mungkin aku bias, udah terlanjur suka banget sih.

      Delete
  2. Uuuu, sayang banget ya aku bisa dapet buku ini dari Kak Oky, hm... semacam 'dibuang' mungkin ya? Tapi mau nyoba dulu membuktikan apa yang dibilang Kak Sandra, kalau nggak kuat... ya tahan :D Eniwei, DNF apa sih Kak? *omo*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai Syifa :)
      Coba aja dulu baca bukunya. Mungkin kamu bakal suka, siapa tau kan, perspektif orang beda-beda sih.

      DNF = Did Not Finish
      Buku yang gak selese dibaca, dan gak sanggup buat diselesein. Hahha.

      Delete
    2. Haha, iya boleh deh boleh :D Eh, aku juga pernah, cuma sayang kalau nggak ditamatin, nanggung xD

      Delete
    3. Kalo masih ada perasaan 'sayang gak ditamatin karena nanggung' berarti yah lanjutin aja, aku sih men-DNF-kan buku kalau udah sampe tahap 'i dont care whatever happen with them' ;D

      Delete
  3. thanks infonya, terkadang memang kebanyakan orang melakukan seperti karena blm memahami isi dari sabuah buku tsb..

    ReplyDelete

Hi! Thanks for stopping by. I ALWAYS love book talks! So, do leave your comment about this post, it's free ;)



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...