Godin, Seth. 2011. We Are All Weird: Saatnya Menjadi Orang Aneh. Bandung: Penerbit Kaifa.
Antara normal dan yang tidak normal hanya dibatasi oleh jumlah massa dan lajur waktu. Itu ide utama yang saya dapat dari We Are All Weird, dan saya rasa itu yang paling menarik dari buku ini. Ide ini cukup mencerahkan saya karena dijelaskan dengan baik sekali di awal buku. Ya, ide utama buku ini dijelaskan di awal buku. Komunitas sosial tempat kita berada dapat digambarkan seperti ini...
Kelompok normal mempunyai jumlah yang lebih banyak dari orang aneh dan itu ditunjukkan pada bagian tengah di gambar di atas. Namun semakin waktu berjalan, yang normal semakin terpangkas, melebar ke samping, menjadi semakin aneh. Ada masanya di mana perbudakan orang kulit hitam dianggap normal, ada masanya di mana wanita yang tidak punya hak suara dalam pemilihan umum dianggap normal, bahkan di Indonesia ada masanya membunuhi orang secara massal dianggap tindakan pahlawan DAN normal! (Sudah nonton The Act of Killing?) Namun, seiring berjalannya waktu, yang tadinya dianggap normal mengalami perubahan hingga di saat sekarang akan dianggap benar-benar aneh jika masih berlaku. Intinya, kenormalan dan keanehan itu tidak mutlak.
Buku ini sebenarnya dikategorikan sebagai buku bisnis manajemen dan pemasaran. Jadi, apa hubungannya dengan normal dan aneh? Menurut Godin, para produsen yang menargetkan pasar yang normal adalah tidak efisien dan salah. Orang akan lebih bahagia bila diberi pilihan. Pilihan membuat orang menjadi kaya, bukan secara materi, namun secara mental. Banyak orang berpikir untuk mengejar kenormalan (normalnya massa secara umum) hingga memaksakan diri untuk dapat diterima dalam suatu komunitas atau masyarakat. Pilihan menjadi terbatas.
"Aneh (tidak normal) berarti bahwa Anda telah membuat pilihan, bahwa Anda telah membela apa yang Anda percayai dan melakukan apa yang Anda inginkan, bukan apa yang diinginkan pemasar."
Godin mengajak pembacanya untuk mendukung yang aneh, menjual kepada yang aneh, dan jika mau, menjadi aneh. Godin mengajak pembacanya untuk berani membuat pilihannya sendiri dan tidak melulu terpaku pada sistem yang normal, walaupun pilihan masing-masing orang akan berbeda dan mungkin aneh. Jadi, bagi pembaca yang pengusaha, sila buat produk yang aneh (saya rasa itu intinya, iya saya tahu penjelasan saya sangat menyedihkan).
"Kaya berarti membuat pilihan, memilih sebuah identitas dan mengikuti jalan yang Anda pedulikan."
Saya sempat bingung mau kasih satu atau dua bintang. Jujur, buku ini sangat SANGAT membosankan untuk dibaca. Apakah cara penulisannya? Saya tidak tahu. Atau karena saya baca terjemahannya? Tidak tahu juga yah. Mungkin jatuhnya bakal berbeda kalau saya mendengarkan versi buku audionya atau bahkan mendengar Seth Godin langsung membawakan materi We Are All Weird dalam sebuah seminar. Sayangnya, saya baca buku cetaknya.
Sayang sekali, padahal diawali dengan sangat baik sekali dan penyampaian ide uniknya itu juga kena banget, tapi waktu dilanjut baca ke belakang-belakang, ide yang sama dijelaskan lagi berulang-ulang dengan analogi-analogi berbeda. Konsep penulisan yang (saya rasa) menjelaskan dari khusus ke umum itu tidak berhasil buat saya. Di awal saya sudah mengerti dengan baik (saya rasa), namun begitu dilanjutkan, pemahaman saya malah jadi semakin memudar hingga akhirnya saya tidak mengerti lagi inti buku ini. Dengan jumlah halaman yang sebenarnya sangat tipis, 104 halaman, We Are All Weird membuat saya kesulitan untuk terus membaca sampai selesai. Akhirnya, yah saya memaksakan diri.
yup, i'm with u, perhaps read the original version helps, or listen to the writer.
ReplyDeleteInti we are all weird adalah bagaimana seorang pengusaha dapat memenuhi kebutuhan pasar komunitas.
ReplyDeleteContoh gampangnya Unkl347. Bisnis streetwear ini mengambil bagian pada komunitas surfing dan skating. Mereka membangun ekosistem komunitasnya.