Tuesday, October 29, 2013

Beautiful Nightmares - Farrahnanda [DNF, Sorry!]

DEAR READERS, I'M NOT GOING TO REVIEW THIS BOOK IN ENGLISH BECAUSE IT'S NOT WORTH MY TIME AND ENERGY MORE THAN HOW MUCH I ALREADY HAD GIVEN FOR IT. SERIOUSLY, YOU'RE NOT MISSING ANYTHING.

Farrahnanda. 2013. Beautiful Nightmares. Yogyakarta: de TEENS.
Rating errr enggak berbintang.

Beautiful Nightmares

Kenapa saya baca buku ini?
Enaknya jadi anggota Blogger Buku Indonesia (BBI), kita punya kesempatan untuk dapat buku gratis yang baru banget rilis, untuk dibaca kemudian diulas di blog. Jadi, waktu Mas Dion menawarkan beberapa buku gratis, saya mengajukan diri untuk meresensi salah satu. Saya belum pernah ikut yang beginian, jadi penasaran. Saya tipe orang yang suka kejutan, jadi saya enggak terlalu cerewet mau pilih buku yang mana, yang begini sih untung-untungan saja dapat buku bagus atau enggak. Dan, ternyata... saya lagi enggak beruntung. Bagaimana pun, terima kasih Mas Dion sudah mengirimkan buku gratis ke saya. Pengalaman yang menarik sekali, hahaha.


Reaksi saya.
Sejujurnya, tanpa melebih-lebihkan, ini yang saya bayangkan saya lakukan selama baca buku ini...


Maaf sebesar-besarnya kepada penulis, tapi saya enggak kuat baca buku ini sampai akhir. Dan artikel ini pun tentu banyak kekurangannya karena tidak berdasarkan dari hasil baca satu buku utuh. Maaf. Saya sudah berusaha sekuat mungkin. Dan saya benar-benar enggak sanggup. Bukannya enggak menghargai usaha keras Anda untuk menerbitkan buku, tapi yaaah, uhm...
.
Dari 184 halaman, saya menyerah di halaman 61. Yep, setengahnya saja enggak ada. Dari 61 halaman yang saya baca, cuma ini yang bisa saya sampaikan mengenai ceritanya...

Tokoh utamanya (sepertinya) adalah sesosok incubus bernama Lucian. Lucian menyelusup ke mimpi beberapa wanita dan melakukan hal-hal sadis terhadap wanita-wanita itu, yang efeknya ternyata tidak setop di mimpi saja. Setelah bangun dari tidurnya para wanita itu mendapati dirinya sama celakanya seperti saat mereka ada di alam mimpi.

Sampai 61 halaman, cuma itu saja yang saya dapat. Selama 61 halaman, saya disajikan aksi-aksi Lucian yang ke sana kemari menteror para wanita. Enggak (atau belum) dijelaskan apa itu incubus, enggak (atau belum atau sayanya enggak ingat) dijelaskan tujuan Lucian melakukan aksi-aksinya apa, enggak (atau belum) ada konflik berarti, enggak (atau belum) ada sesuatu yang bisa bikin saya mau baca habis buku ini. Selama 61 halaman saya rasanya benar-benar menyiksa diri sendiri. Kasihan saya.

Dengan mengambil latar tempat cerita di Venesia (uhm, di bukunya sih dibilang 'Venice'), saya sebenarnya dari awal sudah enggak bersemangat bacanya. Karena, saya memang enggak suka-suka amat sama buku fiksi orang Indonesia yang ditulis dengan Bahasa Indonesia TAPI latar tempatnya di luar negeri. Kecuali ceritanya memang sangat ditunjang oleh latar luar negeri (misalnya cerita perjalanan), enggak masalah. Kecuali latar luar negeri itu enggak jadi sekadar pemanis cerita, enggak masalah. Tapi, mari kesampingkan perasaan saya tentang latar luar negeri itu.

Yang PALING enggak bisa saya toleransi dari buku ini adalah inakurasi informasi dan masalah teknis penulisan. Mohon diingat, saya bukan ahli di bidang tulis-menulis dan saya juga enggaklah pintar-pintar amat, ini cuma opini pribadi. Nah, karena saya TERUS-MENERUS merasa SANGAT TERGANGGU oleh hal-hal tetek bengek itu, otomatis saya SAMA SEKALI enggak bisa menghayati ceritanya, konon lagi sekadar mengikuti plotnya. Enggak bisa, saya sudah berusaha. Padahal bukan gaya saya untuk enggak menyelesaikan buku yang sudah saya mulai.

Inakurasi informasi misalnya pada penggunaan Skandinavia sebagai nama tempat. Uhm, APA? Saya sampai mesti cari bacaan-bacaan di internet untuk memastikan apa yang saya pahami selama ini ternyata keliru. Dan, enggak kok, saya enggak keliru.
Gadis itu memandang berkeliling. Tidak terlalu fokus dengan kehadiran Lucian. Wajahnya berubah ceria. "Ini Skandinavia! Bellissimo!" serunya terpesona. -halaman 34
Skandinavia itu adalah sebutan bagi negara-negara di regional tertentu di Eropa. Negara-negara itu misalnya Norwegia, Finlandia, dan lainnya. Skandinavia BUKAN nama tempat. Sama seperti Indochina, yang merupakan sebutan bagi Vietnam, Laos, dan Kamboja. Jadi, enggak bisa kita bilang, "Wah, saya ada di Indochina!" Uhm... enggak. Enggak bisa. ENGGAK. BISA.


Terus, buku ini penuh dengan bahasa asing yang, jujur menurut saya, enggak perlu karena enggak esensial. Saya bisa paham kalau misalnya bahasa asing digunakan untuk hal-hal yang tidak bisa atau tidak pas jika pakai Bahasa Indonesia. Tapi, ini...
Dia segera menyerahkan passport sebelum diminta. -halaman 38
Edith berjalan menyeberangi sebuah living room yang cukup besar, masuk ke kamar. -halaman 39
Segerombolan gadis sedang berkumpul antre di depan di gelateria (di catatan kaki: kedai es krim). -halaman 26
Kenapa? Kenapa enggak bilang saja PASPOR, RUANG TAMU, KEDAI ES KRIM? Apa yang membuat kata-kata ini harus pakai bahasa asing? Apa? Buku ini banyak catatan kaki untuk menjelaskan bahasa asing yang sebenarnya enggak perlu. Dan kenapa juga catatan kakinya kadang dijelaskan pakai Bahasa Inggris? Apa sudah berasumsi bahwa pembacanya pasti paham Bahasa Inggris? Lagian, kok catatan kakinya enggak banget yah? Misalnya di halaman 24, kata 'accidenti' yang kalau menurut catatan kakinya sih, "Setara dengan godamnit." Seriusan? Godamnit? Di kamus adanya 'goddamn', Mbak. Terus, apakah ini jenis catatan kaki yang sukses menjelaskan sesuatu? Rasanya catatan kakinya sendiri butuh catatan kaki lagi.


Penggunaan bahasa asing makin menjadi-jadi waktu dipakai untuk mendeskripsikan pakaian. YA AMPUN! ENGGAK PENTING BANGET BANGET BANGET BANGET! Bacanya juga malas. Deskripsi pakaian, menurut saya, tidak relevan dengan ceritanya. Penulis bisa lebih mendeskripsikan latar tempat misalnya, atau detail suatu kejadian, atau emosi para tokoh. Banyak pilihan, tapi pakaian bukan salah satunya. Ini salah satu contoh dari sekian banyak deskripsi pakaian yang menurut saya enggak penting. Oh ya, perhatikan juga komentar narator tentang 'kaki' itu....
Di hadapan si gadis, berdiri seorang pria rupawan dengan rambut silver mengkilat. Pria itu mengenakan setelan frock coat berwarna marun dengan detail gold velvet. Leher jenjangnya terbalut puff tie sutra keemasan. Skinny trousers-nya berwarna senada dengan froack coat yang dia pakai. Kakinya telanjang tapi tidak membuatnya terlihat jelek. Malah kaki yang bersih itu terlihat menarik. -halaman 6
Lihat kan? Lihat kan apa yang saya hadapi di HALAMAN 6??? Saya bisa sampai halaman 61 itu penderitaannya sepuluh kali lipat dari itu.


Yang PALING BURUK dari 61 halaman yang saya baca adalah karakter wanita-wanitanya. Dikatakan semua wanita yang jadi korban ini langsung terpikat sama kegantengan Lucian dan semua termakan rayuan si incubus satu ini walaupun mereka sama sekali belum pernah ketemu sebelumnya. Dengan sangat tegas saya bilang, enggak semua wanita sesuperfisial itu, DAN enggak segoblok itu juga. Saya tersinggung! Saya bukan seorang feminis, tapi bahkan saya tersinggung! Misalnya waktu seorang wanita bernama Bella Benigni diculik Lucian. Tadinya Bella tidur di kamarnya, pas bangun dia ada di 'Skandinavia' dengan Lucian ganteng-tapi-tetap-saja-orang-enggak-dikenal berdiri di hadapannya, apa yang dikatakannya? Bukannya panik dan bertanya KENAPA AKU ADA DI SINI? Bella malah senang sekali ada di 'Skandinavia' dan bilang, "Bagaimana kamu tahu aku suka tempat ini?"...


Terus wanita korban selanjutnya, bernama Edith Reich. Dalam mimpinya, Lucian menjatuhkannya dari ketinggian hingga kakinya patah. Saat bangun dari tidurnya, dia tidak bisa menggerakkan kakinya alias lumpuh, Cin. Tapi apa yang dikatakan narator tentang itu?
Omong-omong, sekarang bagaimana caranya dia mengambil sarapan? -halaman 42

Untuk alur ceritanya sendiri, saya enggak bisa mengikuti ketegangan atau apapun yang disodorkan di buku ini. Terlalu terganggu dengan hal-hal yang barusan saya sampaikan. Lagian saya enggak selesai membacanya, jadi mau mengkomentari ceritanya juga enggak punya kapabilitas yang cukup.

Jadi, sahlah sudah, buku ini jadi buku pertama yang berlabel BIG FAT 0 STAR di blog ini. Selamat. Ini adalah buku DNF: Did Not Finish, artinya jelas, saya enggak sanggup menyelesaikannya, alias menyerah total. Wah wah, stok GIF saya hampir terkuras untuk mengulas buku ini saja, hahaha...

__________
Ini saya waktu Mas Dion bilang enggak apa-apa enggak diselesaikan bacanya, bikin ulasannya juga terserah saya mau bagaimana. Legaaa....

19 comments:

  1. LOL, aku ngakak liat gambar-gambarnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe. Koleksi GIFku yang lebih aneh masih banyak loh. Hahaha.

      Delete
  2. Ya ampuuuunn, San *pukpuk*

    Minum/makan froyo dulu deh biar adem lagi (sedang ngidam froyo euy)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Serius dulu mbakdew. Dari kutipan2 yang aku contohin di atas, apa yang aku rasain normal gak sih?

      (mana? mintalah froyonya)

      Delete
    2. Menurutku sih normal2 aja, san. COba kalo ntar buku barunya Moseley keluar, kamu review juga yaa. Aku penasaran baca reviewmu.

      Froyo nya.....banyak di Jco :p

      Delete
    3. Ini aku lagi baca itu Mbak *seneng banget*
      Dapet e-ARC dari authornya langsung, pre-publishing *seneng banget banget*
      Baru 2% sih aku baca, kayaknya banyak perbaikan dari versi Wattpad-nya :D

      Delete
  3. lol. akhirnya dibikin reviewnya juga. tarik napaaaaas. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. (buang napaaaaaas)
      akhirnya lepas juga tanggung jawabku sama buku ini. bebas. merdeka!

      Delete
  4. terima kasih atas reviewnya saya sedikit kasih dari sudut pandang saya ya pertama, yg tentang Edith dan sarapan, saya berharap di situ bisa terselip humor haha saya tau timingnya ngga tepat. kedua, saya juga tau Skandinavia itu mengacu pada negara-negara di Eropa Utara. saya hanya sebutkan begitu karena di situ saya mengambil latar hutan birch, yg memang mencakup negara2 itu (http://en.m.wikipedia.org/wiki/Scandinavian_Montane_Birch_forest_and_grasslands) untuk bahasa asing yang overload, maafkan. saya ngetik dalam jangka sebulan (plus riset) krn tuntutan. saya tahu pembaca pasti bakal bilang, "I don't give a fuck. u have ur own responsibility!" kaitannya, riset data saya pakai bahasa Inggris, agak bingung juga harus mencari padanannya. pun dengan bagian baju. saya bukan orang desain, agak susah mencari padanan semisal tail coat (haruskah saya termejahkan secara bebas jadi jas berekor? atau memang itu istilahnya? saya nggak tahu)
    memang sih saya nggak jelasin incubus itu apa, deskripsi di sini minim hehe tapi saya berasumsi, pembaca bisa bebas membayangkan incubus mereka sendiri. kalau bikin Anda frustasi, maaf sekali

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terus saya jawabnya sama kayak yang udah saya jawab sebelumnya :D

      Hahahah, oke. Semoga buku selanjutnya bisa lebih bagus yah. Mungkin yang ini bukan selera saya saja. Jangan pernah padam semangat nulisnya! Menulis itu bekerja untuk keabadian, kata Om Pram Kalo reviewku bisa jadi masukan, syukur. Kalo gak, silakan jangan dipikirkan.

      Delete
    2. FYI aja sih, mbak. Tail coat emang suka diterjemahin jadi jas buntut ato jas berekor. Tinggal jabarin aja mau jas buntut panjang ato pendek.

      Frock coat bs dideskripsikan seperti saran Lina di bawah.

      Delete
  5. ^tanda baca dan emoticoooonn OAQ" Y U no muncul kalo saya copas aaa =A= //fliptable

    ReplyDelete
  6. jadi inget, waktu itu baca buku buntelan jg banyak bahasa asing yang gak pada tempatnya. Jadi karena terburu-buru yah. Segala sesuatu yg buru-buru emang ngga maksimal ya. Only quantity not quality.

    Untuk penulis: saran saya mengenai deskripsi pakaian. Lihat gambarnya dan bikin penjelasan berdasar apa yang anda lihat saja pada pakaian tersebut.

    ReplyDelete
  7. Ahahahahahaha.. Gif nya lucu2 deh.. *OOT* ;)

    ReplyDelete
  8. Wahaha, Sandra. Sabar ya *puk puk* :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gak bisa sabar Tam makanya jadi begini reviewnya. Hahaha

      Delete
  9. hahaha mungkin karena aku anak Sastra Inggris, jadinya aku senang aja sih dapat referensi istilah2 baju abad pertengahan segitu banyaknya. Walaupun memang agak menghambat imajinasi karena gagap budaya itu...

    Tapi akhirnya ya mbayanginnya diringkas jadi gaun yang dipakai di pesta2 jaman dulu (yang pernah digambarkan di film2 atau bahkan kartun2 kayak Cinderella dekaka XD)

    Cuma aku agak bingung dengan setting WAKTUNYA. Karena baju2 perempuan2 korban itu digambarkan sangat berbau abad pertengahan, kenapa di bab-bab berikutnya muncul smartphone, google dan sebagainya? Ada time-slip? Berkerut dah sejak menyadari itu...

    Aku juga mau bikin review buku ini (soalnya kenal ama penulisnya, dapat giveaway pula wkwk). Sedang cari review2 lain sebagai pembanding agar aku bisa lebih obyektif.

    Ini reviewnya ekstrim. Tapi...well...banyak benarnya juga XD *perasaanku terwakili sebagian dalam review di atas. Jadi ntar aku ga perlu kasar mereviewnya. Novel ini ada sisi positifnya kok. Tapi memang kurang matang. Sayangnya

    Ai Mizuki

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ai, makasih komennya :)

      Memang ada sih beberapa orang yang bilang ke aku kalo reviewku yang satu ini terlalu kasar. But honey, I'm not rude, I'm just being honest. Aku pribadi juga awalnya punya ekspektasi lumayan buat novel ini karena ngangkat tentang incubus yang notabene gak pernah sebelumnya aku baca dari penulis luar apalagi dalam negeri, tapi ternyata... epic failed. So sorry (untuk penulisnya), lagian ini cuma opini pribadi.

      Ai kalo udah selese ngereview buku ini, boleh dong share link-nya di sini. Aku penasaran juga sama pendapat pembaca yang lain :D

      Btw, aku juga anak Sastra Inggris, tapi itu gak ada hubunganya sama footnote yang berlebihan ataupun pemakaian istilah fashion yang gak familiar bahkan untuk penulisnya sendiri.

      Delete
    2. Hallo, Sandra! Salam kenal. Wah, aku baru baca tulisanmu. Pedas banget ya komennya. Walau ada benarnya. Aku sendiri ga terlalu fokus ke bagian Indochina dan segala macamnya. Berhubung aku udah baca ini dari tahun 2013, aku ingat kalo pernah nulis reviewnya juga. Silahkan dicek: http://mariamagdalenarosalines.blogspot.com/2013/10/a-review-beautiful-nightmare.html. Itu nulisnya zaman-zaman masih maba, jadi bahasanya belepotan (alasan. haha). Aku sih ngeliatnya biasa aja waktu itu. Aku baca cuma beberapa jam saja dan berasa kaya habis baca cerpen karena novelnya terbilang mudah untuk dipahami.

      Oh ya, sekarang dia udah nerbitin novel-novel lainnya juga. Bisa lah dilihat sebagai pembanding kemajuannya.

      Ria

      Delete

Hi! Thanks for stopping by. I ALWAYS love book talks! So, do leave your comment about this post, it's free ;)



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...