Friday, December 6, 2013

The Husband – Dean Koontz


Koontz, Dean. 2007. The Husband. Jakarta: Pustaka Alvabet.
Rating 5 bintang
(review in English, click here)

Terima kasih kepada Pustaka Alvabet yang telah memberikan saya buku ini sebagai ganti ulasan yang jujur.

The Husband

Kenapa saya baca buku ini?
Kebetulan saja saya sedang berselancar di internet, dari satu toko buku daring ke yang lainnya. Ada yang jual The Husband versi Bahasa Inggris dengan harga murah, buku bekas sih memang, tapi saya jadi tertarik mengecek itu buku tentang apa. Setelah tengok sana tengok sini, sepertinya ini buku bagus, jadi saya masukkan ke wishlist saya (yang sudah bejibun itu). Suatu hari, saya sedang mampir ke website Pustaka Alvabet, lihat-lihat bukunya, dan kaget. Ternyata The Husband-nya Dean Koontz sudah diterbitkan oleh mereka. Buku-buku terbitan penerbit ini bagus-bagus, tapi entah kenapa kok seperti jarang ditemui di toko buku yah? Jadi, saya coba minta mereka mengirimkan buku ini ke saya, sebagai ganti ulasan buku di blog saya. Jadi, inilah ini, ulasannya. Hehe.

Ulasannya.
Saya merasa gamang sekali sebenarnya. Apakah 4,5 bintang? 5 bintang? Setelah berdebat berhari-hari (serius) dengan diri sendiri, saya berhenti di rating 5 bintang. Saya belum pernah baca buku yang bikin saya deg-degan bahkan sampai buku itu sudah saya tutup setelah habis dibaca. Dean Koontz ternyata memang dahsyat. Ini buku Koontz pertama yang saya baca. Dia didengung-dengungkan sebagai novelis Amerika paling ternama, sedangkan saya bahkan baru ini dengar namanya dan baca karyanya. Jadi makin sadar bahwa dunia buku itu memang luas sekali. Masih banyak yang belum saya tapaki.

Aku adalah kata yang dingin; kita terdengar lebih hangat.

The Husband mengantarkan saya pada tokoh fiksi favorit saya yang baru, Mitch Rafferty. Mitch yang berusia 27 tahun, memilih bekerja menjadi tukang kebun karena dia mencintai kesederhanaan dan ingin melakukan hal nyata dalam hidupnya, dengan tangannya sendiri. Suatu siang yang terik, Mitch menerima telepon dari orang yang mengaku telah menculik istrinya, Holly, dan menuntut uang tebusan sebesar dua juta dolar. Ingat, dia cuma tukang kebun loh! Tega banget. Supaya enggak dikira main-main, si penculik menembak mati seseorang yang sedang lewat di depan Mitch pada saat itu. Dan adegan menegangkan itu sudah terjadi di dua belas halaman pertama buku ini! Benar-benar dahsyat!

“Itu hanya uang.” kata Anson.

Saya pribadi merasa, cerita The Husband ini punya banyak aspek menarik lain selain usaha mati-matian Mitch untuk membebaskan istrinya. Pertama, bagaimana Mitch sebagai seorang suami benar-benar mencintai istrinya dan menganggap serius janji pernikahan mereka. Janji untuk tetap setia bersama sampai maut memisahkan. Jujur, saya terenyuh. Padahal waktu baca bagian itu, di halaman 267, saya sedang ada di angkutan kota (angkot) dan reaksi saya tetap saja seperti ini...


Mitch membuat saya terinspirasi untuk kembali memandang pernikahan sebagai sesuatu yang sakral dan indah. Di tengah bombardir kawin-cerai para selebritis, pernikahan sudah hampir jadi sebuah lembaga sepi peminat. Koontz, melalui karakter Mitch, berusaha menggambarkan betapa seharusnya kuat ikatan suami-istri. Ah keren banget! Mitch!

Sampai maut memisahkan kita adalah komitmen yang ternyatakan dalam sumpah mereka. Namun bagi Mitch kehilangan Holly tidak akan membuatnya terbebas dari ikatan sumpah itu. Komitmen itu akan bertahan. Sisa hidupnya akan dihabiskan dalam penantian yang sabar.

Terus, yang sangat menarik perhatian juga adalah latar belakang keluarga Mitch. Saya agak seram bacanya, soalnya keluarga macam itu sangat mungkin ada di zaman modern seperti ini. Cara didik orang tua yang ‘tidak biasa’ itu nampaknya masuk akal tapi sekaligus gila. Bagi yang tertarik dengan bidang psikologi, pasti akan ikut berpikir keras tentang masalah ini. Apa sih yang ‘tidak biasa’ itu? Misalnya saja, orang tua Mitch menuntut anak-anaknya untuk memanggil mereka dengan nama depan saja. Dengan alasan, hubungan biologis tidak seharusnya memengaruhi status sosial. Uhm... oke. Dan hal yang ‘tidak biasa’ itu juga terus berlanjut sampai ke hal yang benar-benar abnormal menurut saya.

Harapan Holly adalah senantiasa memperkaya hidup Mitch, bukan untuk mengurangi apa pun darinya.

Saya benar-benar dibawa ke perjalanan yang mengejutkan dengan membaca The Husband. Biasanya saya bisa sekurang-kurangnya punya gambaran ini ceritanya bakal bagaimana, tapi dengan Koontz, saya kosong. Tidak tahu akan berhadapan dengan apa. Saat saya kira saya tahu, ternyata semuanya salah. Koontz benar-benar brilian. Super sekali.

Kegetiran bisa berubah menjadi belas kasihan terhadap diri sendiri, dan jika ia menyerah terhadap itu, ia akan menjadi orang yang gagal.

Yang membuat saya agak ragu untuk langsung memberikan rating 5 bintang adalah gaya bahasa mendayu-dayu yang memang bukan favorit saya. Contohnya di halaman 191, “Bulan yang penuh menumpahkan susunya, cahaya melatarbelakangi kedua laki-laki itu.” Lihat? Saya kurang nyaman dengan bahasa bunga-bunga begitu. Tapi saya pikir, toh saya masih bisa terhipnotis oleh ceritanya dan novel ini memang layak dapat 5 bintang. Jadi begitulah, 5 bintang dari saya!

__________
Buku ini?

2 comments:

  1. Akhirnya keluar juga reviewnya. hehee. kalau harga biasa berapa ya? :|a

    ReplyDelete
    Replies
    1. aku lupa ih. coba tengok aja website alvabet, ada dicantumin harganya kok yu.

      Delete

Hi! Thanks for stopping by. I ALWAYS love book talks! So, do leave your comment about this post, it's free ;)



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...