Sunday, May 8, 2016

Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi - Yusi Avianto Pareanom

Pareanom, Yusi Avianto. 2016. Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi. Depok: Banana.
Rating 5 bintang


Buku ini untuk DEWASA, karena kontennya menyajikan adegan seksual dan kekerasan yang eksplisit. Tapi, kalau kamu bukan orang dewasa tapi sudah merasa dewasa, silakan baca buku ini. I don’t care. Ini buku bagus. Semua orang berhak baca dan menikmati buku ini!

Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi

Sayang sekali popularitas buku ini tidak semegah yang saya harapkan. Well, it actually depends on your circle of friends, I guess. Teman-teman saya yang satu lingkup dengan si penulis atau yang pernah membaca karya-karya Om Yusi sebelumnya, tentu saja sudah heboh membahas (dan mengemis minta) buku ini bahkan sebelum bukunya rampung ditulis.

Namun, teman-teman saya dari lingkup lainnya bergeming ketika buku jatmika ini terbit. Tidak ada kemeriahan apapun bahkan di lingkup teman-teman sesama pembaca dan blogger buku. Sayang sekali. Sayang sekali.

Apakah ada anggapan bahwa ini jenis buku yang hanya bisa dinikmati kalangan yang bacaan sehari-harinya adalah GM, Pram, SGA, Murakami, dll? Ini bukan buku berat sama sekali kok, walaupun tebalnya 448 halaman. Apakah ketidaktersediaan buku ini di Gramedia ikut menjadi faktor kurang populernya buku ini? Bisa jadi. Padahal enggak susah kok untuk dapat buku ini. Nih, saya kasih beberapa tautan tempat yang jual buku ini yang saya tahu.

Penerbit Buku Indie || Toko Buku Kineruku || Instagram @post_santa

Saya serius ingin buku ini dibaca lebih banyak orang. Niscaya, kalian (yang belum baca) akan kembali lagi ke blog ini dan bilang makasih ke saya karena saya sememaksa ini.

Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi, atau singkatnya Mandasia, menceritakan perjalanan Sungu Lembu yang mendendam kesumat terhadap Watugunung, raja dari kerajaan yang telah menaklukkan kampung halamannya. Di tengah perjalanan untuk membalas dendamnya itu, Sungu bertemu Raden Mandasia, yang merupakan anak Watugunung. Karena satu dan lain hal, keduanya akhirnya melakukan perjalanan bersama yang membuahkan petualangan yang wajib kamu baca dan alami sendiri lewat buku ini.

Mandasia adalah dongeng yang ditulis dengan lugas dan cantik, khas gaya penulisan Om Yusi. Menurut KBBI, ‘dongeng’ diartikan sebagai ‘kejadian zaman dahulu yang aneh-aneh.’ Memang Mandasia ini banyak anehnya, latarnya pun zaman sebelum adanya modernitas. Kamu tidak akan menemukan karakter yang pusing mikirin harus nge-tweet apa hari ini, mending naik Gojek atau nebeng temen, mau nongkrong di CK atau di Indomaret. Bayangkanlah latar buku ini seperti zaman Majapahit dulu. Eh tapi, buku ini bukan berlatar di Indonesia ataupun pra-Indonesia. Penulis menciptakan latar tempatnya sendiri. Saya harap bakal dibuat peta latar buku ini supaya pembaca lebih mudah mengikuti ceritanya yang banyak berpindah lokasi (Om Yusi, bikin dong petanya!)

Saya belum menemukan satu pun reaksi negatif dari pembaca buku ini. Semua yang saya temukan mengungkapkan betapa puasnya mereka setelah baca Mandasia. Malahan banyak yang latah langsung ingin makan atau meniru masakan-masakan yang disebut di buku ini. Iyes, buku ini kaya akan deskripsi berbagai jenis makanan eksotis, dari olahan daging sapi sampai daging babi. Detail makanan menjadi sangat menggiurkan karena ditulis apik menggunakan deskripsi banyak indera.

Mau tidak mau, saya merasa Mandasia ini seperti Game of Thrones rasa Indonesia. Konflik yang njlimet tapi kita enggak bisa enggak ngikutin, adegan seksual dan kekerasan yang tidak tanggung-tanggung, hal-hal mengejutkan dari waktu ke waktu, pemakaian berbagai unsur budaya dan kepingan sejarah untuk membentuk dunia khayalan sendiri dalam sebuah cerita kolosal. Mandasia juga menawarkan humor yang matang. Tidak terhitung berapa kali saya harus berhenti membaca karena mata saya ketutup kalau saya lagi ketawa.
Aku sudah ingin mengatakan sesuatu ketika tiba-tiba seorang dari mereka meludahi mukaku.
“Anji…,” umpatku seketika.
Plak! Satu prajurit menggampar mulutku. Asin terasa di ujung lidah dan langit-langit. Darah. Jahanam betul, sudah kena ludah, memaki pun tak tuntas.
Walaupun judulnya Mandasia, buku ini diceritakan dari sudut pandang Sungu Lembu, si pemuda tampan yang banyak bisanya. Namun, tidak seperti di The Great Gatsby, di mana Nick Carraway selaku narator menceritakan tokoh sentral yang adalah Jay Gatsby. Sungu Lembu memang menarasikan kisah Raden Mandasia yang hobinya mencuri daging sapi itu, tapi menurut saya, Sungu tetaplah sentral buku ini. Makanya, ini membuat saya berkesimpulan, mungkin judul Mandasia ini kurang tepat. Harusnya Sungu Lembu bla bla bla apa kek gitu. Gimana menurut kalian yang sudah baca? Sepakat?

Bahkan sampai lembaran terakhir, buku ini masih sanggup memberi kejutan buat pembacanya. Membuat emosi pembaca teraduk-aduk. Saya bikin video singkat reaksi saya pasca-baca Mandasia. Tapi sebenarnya, sesaat setelah saya menutup buku ini, saya cuma bisa bengong sambil bercucuran air mata.

6 comments:

  1. Aku baru tahu tahu tentang buku ini dan nama penulis ya dari reviewmu ini, wakakaka. Menurutku kenapa buku ini g dikenal karena seperti yang kamu sebutin di atas, kurang promosi, tema bacaan yang nggak populer, pasarnya emang susah sih, romance indie aja sangat sulit dijual, apalagi buku sastra yang diterbitkan secara indie, hanya kalangan tertentu yang tertarik *rasis* XD

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya juga yah. Aku juga gak demen2 amat sama buku yang terlalu 'sastra' kok. Aku sukanya yang ceritanya seru dan gaya penceritaannya to-the-point. Nah, buku ini tuh gitu. Aku jamin, baca 1 paragraf pertama aja, langsung gak tahan gak ngelanjutin. Hhehe

      Delete
  2. Aku mau cari buku ini...tapi mesti ke Post Santa dulu (jalan kesananya males, hahaha)

    Dulu direkomen sama Tsugaeda di Twitter soalnya

    ReplyDelete
  3. Setahuku buku ini sedang dicetak ulang dengan kover baru. Setahuku buku ini juga tidak pindah penerbit. Semoga itu tanda baik bahwa bukunya laku dan habis terjual :D

    ReplyDelete
  4. Anjing. aku tampaknya telat untuk ikut merayakan selebrasi selesai membaca buku ini. Ibaratnya kalian sudah pulang dari Gerbang Agung, aku baru mau menemui Wulu Banyak. ini yang mungkin disebabkan oleh kurangnya popularitas buku Mandasia.

    reaksi selesai membaca buku ini mringis dan ingin mengumpat layaknya Sungu Lembu. Anjing, Anjing, Anjing!!

    ReplyDelete

Hi! Thanks for stopping by. I ALWAYS love book talks! So, do leave your comment about this post, it's free ;)



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...